13.8.20

Indonesia Still Loading

Sudah menjelang pagi, mata gue masih belum bisa terpejam dan otak gue masih berpikir. Kemaren gue stress gak jelas sekarang gue deg deg an parah. Masih gak jelas apa yang bikin gue deg deg an. Sejak kapan? Dari kemaren. Kenapa? itu yang gak tau sampe sekarang. Sumpah nulis ini gemeter banget coy, apa efek kopi? Gue rasa nggak, deg deg an nya dari kemaren 😭

Selain gue resah karena deg-degan gini tiba-tiba otak gue terlintas topik ini. Apa sebaiknya gue nulis? Menarik. Ini sumpah bahasa gue random banget!! Yang minat baca silahkan. Berhubung sebentar lagi Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke 75. Gue mau bahas Indonesia Merdeka dari segi pendidikan, karena dunia pendidikan bagi gue sangat menarik. Bukan karena gue guru mau bahas topik ini. Bukan karena pandemi juga gue mau bahas ini.

Mungkin gue udah pernah cerita sekilas bagaimana menariknya dunia pendidikan bagi gue. Coba baca lagi postingan ini. Disitu gue nyampein mimpi gue buat memerdekakan pendidikan di Indonesia. Sumpah, kalo bahas dunia pendidikan gak bakal ada habisnya, kata orang dunia politik, dunia kesehatan itu kejam banget. Dunia pendidikan juga kejam bagi gue. Kali ini gue cuman mau ngeluarin isi kepala dan kesimpulan yang gue dapat saat gue ngerajain "peer" gue. "PeeR" gue mengangkat topik Kurikulum SMA, khususnya mata pelajaran kimia. Gue cerita ya..

Sebelumnya gue mau ngasih tahu, gue ngangkat topik mengenai kurikulum ini bukan karena ganti menteri ganti kurikulum ya. Tapi lebih mengenai struktur dan isi kurikulum sekarang. Awalnya dosbing gue menawarkan analisis kurikulum dari sebelum kemerdekaan sampe sekarang, berhubung terlampau luasnya kajian dan mengumpulkan dokumen kurikulum yang lama juga sulit, ide lain dosbing gue muncul. Dosbing gue membatasi untuk kurikulum 2013 aja. Oke, menarik juga. FYI, dosbing gue ini adalah role model bagi gue, pinternya kebangetan coy, suka memikirkan apa yang tidak orang lain pikirkan. Kita lanjut.

Awal menganalisis kurikulum 2013, gue langsung lihat kerangka dasar kurikulum ini, khusunya mapel kimia tanpa mencari tahu apa yang melatarbelakangi perubahan kurikulum 2013 ini. Cuman gue bingung sendiri, kok gue gak nemu ya apa yang gue mau, kok analisis gue gak cocok-cocok ya. Ini Kompetensi dasar dirumusin dari mana ya? Nah, ketika sebagian otak gue muncul pertanyaan-pertanyaan gak jelas ini, bagian otak gue yang lain memunculkan ide coba deh lu baca lagi dokumen kurikulum yang lain siapa tau nemu. Sip gue mulai baca. FYI, gue sudah baca dokumen kurikulum yang aduhai itu satu-satu. Keren ga? hahaha

Setelah baca dokumen-dokumen tersebut gue ketemu hal-hal yang aneh dan patut untuk dipertanyakan sampe sekarang. Pantesan analisis gue gak cocok cocok gak selesai selesai. Mungkin gue gak bakal jelasin detailnya gimana, silahkan baca aja sendiri dokumennya. Jadi gue bisa menyimpulkan asal muasal masalah kurikulum indonesia tu berakar dari sini nih. Antara dokumen yang satu dengan yang lainnya itu gak cocok. Antara Kompetensi yang ada di Standar Isi dan Kompetensi di Kerangka dasar kurikulum itu berbeda. Padahal katanya, Kerangka dasar kurikulum ini adalah bagian dari Standar Isi, tapi kenapa kompetensinya berbeda coooy? Otak gue mikir lagi, ini dokumen bikinnya di copy paste, beda orang-orangnya, atau gimana? Gue udah coba nge-email orang-orang yang ada di Puskurbuk bahkan nanya di akun twitter kemendikbud gimana cara orang-orang ini ngerumusin kurikulum, sedihnya sampe sekarang pertanyaan gue gak ada jawaban.

Jadi, menurut gue kenapa pendidikan di Indonesia masih lemah dan masih proses buat merdeka? Salah satunya adalah hal diatas, apa kurikulum indonesia ini adalah sebuah proyek? sehingga tidak memperhatikan secara detail dokumennya yang menjadi landasan buat pelaksana pendidikan di Indonesia. Menariknya, kurikulum indonesia ini setelah gue baca, hanya ingin mencapai kompetensi-kompetensi yang diharapkan agar bisa bersaing di dalam maupun internasional tanpa memperhatikan struktur dan isi kurikulum tersebut.

Salah satu jurnal Amerika yang gue baca tahun 1992 mengenai bagaimana cara orang-orang amerika merumuskan kurikulum kimia. Hal yang mereka lakukan terlebih dahulu adalah merumuskan konten apa saja yang mau disajikan di kurikulum. Setelah konten ini ada, mereka merumuskan Kompetensi apa yang harus dicapai dengan konten-konten yang ada ini. Oleh karena itu kita bisa lihat, di Amerika sana mereka tidak sibuk gonta ganti kurikulum yang ada. Meraka hanya mengembangkan bagaimana pembelajaran yang efektif buat para peserta didiknya. Singkatnya mengenai kurikulum mereka adalah Konten dulu baru Kompetensinya dan gue setuju dengan hal ini.

Berbeda dengan dokumen kurikulum indonesia khusunya mapel kimia yang gue analisis, dimana yang dirumuskan adalah kompetensinya dulu baru kontennya tanpa memperhatikan keluasan dan kedalaman materi. Pantas, guru-guru mulai bingung mempersiapkan metode apa yang cocok digunakan untuk mengajarkan materi tersebut, Sehingga mereka mengajarkan konten apa yang mereka dapat saat mereka sekolah sebelumnya tanpa memperhatikan lagi kompetensi apa yang harus dicapai di kurikulum.

Gue pernah nyimak wawancara Skinny Indonesia dengan Menteri Pendidikan, Bapak Nadiem Makarim. Salah satu yang gue simak dari wawancara mereka, Pak Menteri bilang, merubah konten yang sudah ada itu gak segampang itu. Gue setuju dengan pendapat Pak Menteri ini, Cuman yang sangat gue sayangkan adalah kenapa saat merumuskan konten ini tidak di evaluasi lagi? Kenapa bisa kompetensi yang diharapkan antara dokumen Standar Kurikulum yang satu dengan lainnya itu berbeda? Betul, Apalah arti sebuah dokumen. Tapi, dari dokumen inilah para pelaksana pendidikan terutama guru berpedoman baimana pelaksanaan kegiatan belajar dan pembelajaran disekolah.

Indonesia gue rasa mesti berbenah lagi di dunia pendidikan terutama kurikulumnya. Jangan jadikan kurikulum itu semata-mata adalah proyek yang menghasilkan dokumen-dokumen sebagai bukti fisik untuk pedoman pelaksanaan pendidikan. Guru bukanlah robot, anak-anak Indonesia bukan mainan. Indonesia harus merdeka, terutama pendidikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar