15.10.22

Draft

Ketik. Delete. Ketik. Delete. Ketik. Delete. Gagal Posting. Simpan sendiri. Mikir Sendiri. Repeat.

Setelah lama sibuk di realita yang begana begini, ketika dibaca kembali draft-draft yang ada, di pikiran ini kenapa bisa nulis begitu? kok yang ini nulisnya bisa sampai kepikiran begini ya? ini betulan saya yang nulis?

Hasil pemikiran emang begitu adanya. Semakin berkurangnya usia tatanan bahasa emang harus dijaga serapi mungkin. Ketika direct messages discroll ke jaman sebelum negara api menyerang (baca: Covid-19) terasa malu ketika berbahasa demikian.

Diri sendiri terlalu rumit. Kejadian masa lalu menjadikannya seperti ini. Otak dan hati bekerja sama untuk yaudahlah, hmm..baiklah, batalkan saja mereka akan tertawa. Ketakutan untuk menyampaikan, berbicara, bahkan untuk sekedar berinteraksi. Membekas dan terlampau sulit dilupakan. Pura-pura bahagia adalah jalan ninja.

Hak me, ngapain you. Ngak suka, unfollow dan skip saja adalah hal yang diharapkan dalam menulis rangkaian kata di sosial media, termasuk blog ini. Namun, lagi-lagi ketakutan itu muncul. Takut tertolak dan ditolak. Takut ditertawakan dan jadi bahan tertawaan. 

Terkadang, kalimat tersebut tidak butuh dikomentari, tidak mencari perhatian. Kalimat tersebut hanya hasil pemikiran yang tidak bisa disampaikan secara langsung dengan mulut yang sudah diciptakan ini. Hanya luapan emosi sesaat yang tertahan. Bukan, bukan keinginan agar semua orang tau, karena resiko bersosial media begitu. Tapi hanya sekedar menyampaikan perasaan yang tak terungkapkan. Namun, kejadian masa lalu membuat diri ini takut. Hingga kata-kata yang sudah menjadi kalimat tersebut berakhir menjadi sebuah emoji.

Begitupun dengan obrolan. Dulu diri ini sangat ekspresif. Sekarang? Bisa dibilang diri ini terlalu sombong untuk merespon. Percayalah, otak ini selalu memikirkan dan hati ini selalu gelisah. Terlampau sulit untuk merangkai kata memberikan semangat dan memberikan respon. Mengungkapkan rasa sayang dan perhatian itu terlampau sulit untuk ditunjukkan langsung. Bak sebuah film, mungkin bisa dilihat behind the scenesnya.

Teruntuk orang-orang terdekat. Diri ini bukan sombong, hanya saja tidak pandai mengungkapkan. Ketika diri ini sesekali memulai percakapan, bukan berarti datang disaat butuh. Maaf. Itu hanya basa basi dan kilah untuk menanyakan kabar karena rasa rindu. Terkadang, tidak membalas percakapan itu karena rasanya otak dan hati ini sudah menjawabnya dan ketikan itu dirasa tidak diperlukan lagi. hehe. Maaf ya.

Bahasa-bahasa yang selama ini tersimpan dirasa adalah diri ini sedang berproses. Draft - draft itu sudah tersusun rapi. Pada waktu yang tepat, akan ada masanya diri ini bisa mempublikasinya dengan bahasa yang sederhana dan tidak ada lagi ketakukan akan tertolak ditertawakan. Semoga.

xoxo, Annisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar